Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah suatu sistem deteksi molekuler yang berbasis PCR,
salah satu teknik molekuler untuk mendeteksi keragaman DNA didasarkan pada
penggandaan DNA (Waugh and Powell, 1992). RAPD juga merupakan penanda DNA yang
memanfaatkan primer acak oligonukleotida pendek untuk mengamplifikasi DNA genom
organisme (Pharmawati, 2009).
Prinsip teknik RAPD didasarkan pada kemampuan primer menempel pada
cetakan DNA. Primer yang didesain berupa primer tunggal pendek agar dapat
menempel secara acak pada DNA genom organisme. Dengan demikian akan terdapat
banyak pola fragmen DNA. Perbedaan ini dapat dilihat dengan adanya pola pita
pada gel agarosa setelah diwarnai dengan pewarnaan DNA seperti etidium bromide
(Waugh and Powell, 1992).
Disamping ditentukan oleh ada tidaknya situs penempelan primer,
keberhasilan teknik ini ditentukan juga oleh kemurnian dan keutuhan DNA
cetakan. DNA cetakan yang tidak murni akan mengganggu penempelan primer pada
situsnya dan akan menghambat aktifitas enzim DNA polimerase. Enzim ini
berfungsi untuk melakukan polimerisi DNA. Sedangkan DNA cetakan yang banyak
mengalami fragmentasi dapat menghilangkan situs penempelan primer (Nanda et.
al., 2004).
Data pita DNA hasil RAPD umumnya dianalisis dengan mengubah
menjadi data biner satu dan nol berdasarkan ada atau tidak adanya pita. Primer
acak yang digunakan jumlahnya dapat banyak dan tidak terbatas sehingga data
biner yang terbentuk berupa matriks biner peubah ganda (Azrai, 2005).
Metode standar RAPD menggunakan oligonukleotida tunggal pendek (10-12
basa) dengan urutan acak sebagai primer untuk mengamplifikasi genomik DNA dalam
jumlah nanogram dengan temperatur annealing yang rendah. Produk amplifikasi PCR
dipisahkan dengan gel agarose diwarnai dengan ethidium bromide. Primer decamer
secara komersial tersedia diberbagai sumber (misalnya Operon Technologies
Inc., Alameda, California atau University of British Columbia, Canada)
(Triwibowo, 2006).
Analisis RAPD berbeda dengan kondisi PCR standar dimana hanya menggunakan
satu primer dan tidak memerlukan informasi sekuen DNA awal. RAPD dapat
digunakan untuk berbagai bidang di antaranya mendeteksi keanekaragaman, hubungan
antar filogenetik, identifikasi dan perifikasi galur, kesehatan dan
epidemiologi, teknologi pangan dan ekologi molekuler, juga dapat digunakan
untuk penelitian bakteri, jamur, alga, serangga, tanaman dan manusia (Azrai,
2005).
Menurut Arif et al. (2010), RAPD memiliki kelebihan sebagai
berikut :
- Digunakan secara umum, karena DNA
apa saja yang sama dapat dikelompokkan tanpa perlu mengetahui urutan
DNA-nya.
- Sederhana, yang berbeda dengan AFLP
atau sidik jari DNA secara tradisional, dimana RAPD tidak memerlukan DNA
dalam jumlah besar, atau banyak bekerja dengan pipet, dan tidak memerlukan
tenaga yang besar.
- Cepat, karena hanya memerlukan
waktu 6-8 jam.
- Pengetahuan latar belakang genom
organisme tidak diperlukan.
- Hasil RAPD dapat diperoleh secara
cepat terutama jika dibandingkan dengan analisis RFLP yang memerlukan
banyak tahapan.
- Beberapa jenis primer arbitrary
dapat dibeli dan digunakan untuk analisis genom semua organism.
- Literatur lain menambahkan
kelebihan RAPD antara lain hemat biaya, mudah dipelajari, primer yang
diperlukan sudah banyak dikomersilkan sehingga mudah diperoleh (Waugh and
Powell, 1992).
- RAPD mempunyai keterbatasan yaitu
tidak dapat membedakan individu homozigot dan heterozigot karena bersifat
sebagai penanda dominan, dan sangat sensitif terhadap perubahan kondisi
reaksi PCR (Arif et al., 2010).
- RAPD memiliki tingkat
reproduksibilitas pola marka dari laboratorium ke laboratorium berbeda dan
memerlukan konsentrasi primer dan kondisi siklus suhu yang optimal pada
saat pengujian (Waugh and Powell, 1992).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar