Jumat, 21 September 2012

Imunologi


MAKALAH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH PADA INVERTEBRATA
(Crustacea)
Disusun Untuk Melengkapi Nilai Ujian Kompetensi Dasar I
Mata Kuliah Imunologi

Disusun oleh:
Anne Nindi Aswari
M0409007

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem kekebalan (imun)  adalah sebuah sistem pada struktur dan proses biologis di dalam organisme yang melindungi terhadap penyakit dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel-sel tumor. Deteksi patogen merupakan pekerjaan yang rumit, padahal patogen dapat berkembang dengan cepat, juga menghasilkan adaptasi yang memungkinkan mereka untuk dapat menghindari sistem kekebalan tubuh dan berhasil menginfeksi sel-sel imun.Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi untuk menetralisir patogen.
Gangguan dalam sistem kekebalan tubuh dapat mengakibatkan penyakit. Immunodeficiency terjadi ketika sistem kekebalan tubuh kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan infeksi berulang dan mengancam kehidupan. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti severe combined immunodeficiency. Imunologi mencakup studi tentang semua aspek dari sistem kekebalan yang memiliki relevansi signifikan terhadap kesehatan manusia dan penyakit. Penyelidikan lebih lanjut dalam bidang ini diharapkan memainkan peran yang serius dalam promosi kesehatan dan pengobatan penyakit.
Dalam sistem imunnya, invertebrata tidak memiliki limfosit atau antibodi berbasis sistem imun humoral. Namun invertebrata memiliki mekanisme yang menjadi pendahulu dari sistem imun vertebrata. Reseptor pengenal pola (pattern recognition receptor) adalah protein yang digunakan di hampir semua organisme untuk mengidentifikasi molekul yang berasosiasi dengan patogen mikrobial. Sistem komplemen adalah lembah arus biokimia dari sistem imun yang membantu membersihkan patogen dari organisme, dan terdapat di hampir seluruh bentuk kehidupan. Beberapa invertebrata, termasuk berbagai jenis serangga, kepiting, dan cacing memiliki bentuk respon komplemen yang telah dimodifikasi yang dikenal dengan nama sistem prophenoloksidase.Peptida antimikrobial adalah komponen yang telah berkembang dan masih bertahan pada respon imun turunan yang ditemukan di seluruh bentuk kehidupan dan mewakili bentuk utama dari sistem imunitas invertebrate (Nijkamp, 2010). Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem imun yang terdapat pada hewan invertebrata khususnya pada kelompok krustaseae (udang).

BAB II
PEMBAHASAN
Sistem imun yang terdapat pada krustasea secara umum adalah sistem imun nonspesifik (innate). Krustasea sangat bergantung kepada sistem imun nonspesifik untuk mengenal dan menghancurkan secara cepat dan efisien material asing termasuk patogen yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh tidak dimilikinya respons imun spesifik pada tubuh krustasea (Vargas-Albores dan Yepiz-Plascencia 2000). Mekanisme pertahanan pada krustasea sebagaian besar tergantung pada sel-sel darah dan proses hemolim. Darah udang tidak mengandung hemoglobin sehingga darahnya tidak berwarna merah. Peran hemoglobin digantikan oleh haemosianin yaitu suatu protein mengandung Cu yang berfungsi untuk transport oksigen dan sebagai buffer dalam darah krustasea (Maynard, 1960).
Sistem imun vertebrata lebih kompleks dari sistem imunvertebrata. Ada sel darah putih, yang terdiri dari limfositdan monosit. Sistem imun invertebrata hanya bergantung pada “membran barrier”pada saluran pencernaan, misal membranperitrofik serta sel fagositik primitif yangdisebut hemosit. Hemosit memainkan peranan penting pada pertahanan tubuh krustasea yaitu dapat menghilangkan partikel asing yang masuk ke tubuh udang, meliputi tahap-tahap pengenalan, fagositosis, melanisasi, sitotoksis dan komunikasi sel (Johansson et al.2002). Hemosit bekerja aktif mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi, dan agregasi nodular.
Umumnya proliferasi virus pada sel epitelmidgut lebih cepat daripada kapasitasfagosit hingga dalam waktu singkat semuasel somatik akan terinfeksi. Sistem pertahanan tubuh pada invertebrata (sepertiudang) tidak mempunyai immunoglobulin yangberperan dalam mekanisme kekebalan (Soderhall and Cerenius, 1992). Udang memiliki respon imunitas yang meliputi respon seluler dan humoral yang bersifat nonspesifik(Mori, 1990; Johansson and Soderhall, 1985;  Itamin et al, 1994). Sistem pertahanan seluler meliputi fagositosis sel-sel hemosit, nodulasi, dan enkapsulasi. Sistem pertahanan humoral meliputi phenoloksidase (PO), prophenoloksidase (proPO), letin, dan aglutinin. Kedua system ini bekerja  sama memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi organism pathogen dari lingkungan (Itami, 1994). PO terdapat dalam hemolin sebagai inaktif pro-enzim yang disebut proPO. proPO adalah non-self recognition system yang terdapat pada arthropoda dan invertebrate lain.
Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang dikenal sebagai proPO aktivating system. prophenoloksidase (proPO) dan phenoloksidase dilibatkan dalam enkapsulasi, melanisasi dan berfungsi sebagai system non self recognition. Akibat pengaktivan proPO menjadi PO maka dihasilkan protein faktor opsonin yang merangsang fagositosis hialosit (Johansson and Soderhall, 1989). Udang apabila mengalami luka maka akan muncul suatu titik berpigmen hitam. Hal ini disebakan karena kerja phenoloksidase (PO), yang mendukung hidroksilasi phenol dan oksidasi 0-phenol menjadi quinones yang diperlukan untuk proses melanisasi sebagai respon terhadap penyerang asing dan selama proses penyembuhan. Quinone selanjutnya diubah melalui suatu reaksi non-enzimatik menjadi melanin dan sering disebut deposit pada benda yang dienkapsulasi dalam nodule hemosit dan pada daerah kulit yang terinfeksi jamur (Sritunyalucsana et al, 2001).
Sistem pertahanan tubuh udang masihprimitif dan tidak memiliki sel memori. Udang dianggap sama dengan invertebrate yaitu sistem pertahanan tubuh non spesifik karenahanya memiliki kekebalan alami (innate immunity).Sistem pertahanan tubuh invertebrate melibatkan sel haemosit yang berperan dalam :
1. Fagositosis
2. Proses koagulasi dan pelepasanprophenoloksidase
3. Sintesis α2 macroglobulin, agglutinindan antibacterial peptide
4. Haemogram, yang meliputi :
1.Total Haemocyte Count (THC)
2. Differential Haemocyte Count (DHC)
Haemosit merupakan faktor pertahanan selulerdan humoral yang penting sebagai pertahanantubuh melawan serangan organisme patogen.Haemocyte udang diklasifikasikan berdasarkan keberadaan granula sitoplasma yaitu sel granular, semi granular, dan sel hyaline. Terdapat hubungan yang erat antara aktifitashaemosit dan lingkungan yang buruk akibattingginya polusi oleh bahan organik.Aktifitas fagosit dari udang yang terkena polusiternyata lebih rendah daripada udang yangsehat.Meningkatnya aktifitas sel-sel fagosit darihaemosit merupakan indikator meningkatnyaketahanan tubuh udang. Sel granular merupakan tipe sel terbesar dengan nukleus berukuran relatif kecil dan aktif dalam penyimpanan dan pelepasan prophenoloxydase system dan cytotoxicity. Sel hyaline merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan granula sitoplasma yang relatif sedikit. Sel ini berperan dalam proses fagositosis. Sel semigranular merupakan tipe sel diantara sel granular dan sel hyaline dan berperan aktif dalam proses enkapsulasi (Rodriguez dan Lee Moullac 2000).
Sel-sel fagositik ini berfungsi untuk melakukanfagositosis terhadap benda asing yang masukke dalam tubuh inang.Fagositosis merupakan mekanismepertahanan non-spesifik yang secara umummampu melindungi adanya serangan penyakit. Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan seluler. Jumlah sel fagositik bervariasi dari 2-28% dari jumlah total sel darah. Fagosit dapat terjadi pada luka, didalam organ penyaringan, jaringan system peredaran dan dalam cairan tubuh. Kemampuan fagosit dalam membinasakan serangan mikroba bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme. Selama proses fagositosis, partikel atau mikroorganisme dimasukkan ke dalam sel yang kemudian sel membentuk digestive vacuola yang disebut fagosome (Le Molullac et al, 1997). Mekanisme kerja fagositosis dimulai dengan proses pelekatan dan penelanan partikel ke dalam sel fagosit. Fagosit tersebut kemudian akan membentuk fagosome dan akan menyatu dengan lysosome membentuk phagolysosome yang akan menghancurkan mikroorganisme dan mengeluarkannya dari dalam sel melalui proses digestion (Rodriguez dan Lee Moullac 2000).
Terdapat dua tipe pengenalan protein dalam plasma udang, yaitu LPS-binding agglutinin berperan sebagai opsonin untuk meningkatkan indeks fagositosis dan β-glukan binding protein yang dapat merangsang degranulasi dan aktivasi dari system prophenoloksidase (Soderhall et al, 1988). Meningkatnya pertahanan tubuh dapat diketahui dengan meningkatnya aktivitas sel-sel fagositosit dari hemosit. Sel-sel fagositosit ini berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda asing yang masuk dalam tubuh inang. Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum mampu melindungi adanya serangna penyakit. Hemosit dikenal sebagai factor yang penting dalam system pertahanan seluler yang bersifat non spesifik. Untuk mengetahui bahwa hematosit merupakan pertahanan tubuh yang bersifat seluler dapat dilihat dari kemampuannya dalam aktivitas fagositosis yang dapat meningkat pada kejadian infeksi. Dengan adanya infeksi akan merangsang system pertahanan non spesifik seluler sehingga diharapkan dapat menangkal serangan penyakit (Fountain et al, 1974).
Terdapat 5 tipe fagosit pada udang. Dua diantaranya merupakan sel fagosit dansisanya berupa haemosit.Kedua tipe fagosit pertama ditemukan di hatipada lamina basal yang menutupi sarkolema dari otot jantung, dimana sel-selnya mempunyaigranul lisosom yang berdiameter 0,1 μm. Tipe sel fagosit yang lain ditemukan di organlimfoid.Pada kelima tipe fagosit tersebut ditemukanenzim lisosom seperti acid phosphate, β-glukonidase dan esterase non-spesifik.Aktifitas esterase sangat tinggi ditemukanpada sel granular.Aktifitas phenoloksidase (PO) juga ditemukanpada semua sel fagosit tapi sangat lemah. Sedangkan aktifitas prophenoloksidase(proPO) hanya ditemukan pada sel granulardan sel semigranular.
Imonustimulasi merupakan strategi alternatif untuk mensiagakan atau menyiapkan sistem pertahanan (imun) udang sehingga meningkatkan resistensi melawan bakteri patogen. Imonustimulasi pada udang dapat dilakukan oleh peptidoglikan, lipopolisakarida, dan β-glukan dimana perlakuan dengan bahan-bahan ini menyebabkan opsonin, mengikat molekul protein dan protein pertahanan lainnya yang dilepas kedalam sirkulasi kemudian molekul ini tersedia dengan segera untuk melawan oportunistik atau serangan patogen (Lee Moullac, 2002).

BAB III
PENUTUP
Imunostimulasi merupakan strategi alternatif untuk menyiapkan system pertahanan (imun) udang sehingga meningkatkan resistensi udang melawan bakteri pathogen. Sistem imun udang meliputi reaksi selular dan humoral yang terkait dengan hemolymph udang. Beberapa parameter imun yang berhubungan dengan hemolimph seperti perhitungan total haemocyte (THC), diferensial haemocyte count (DHC), aktivitas fagositosis (AP) dan aktivitas phenoloxydase (PO) telah digunakan untuk evaluasi pengaruh imunostimulator pada udang. Haemocyte bekerja aktif mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi, dan agregasi nodular. Parameter imun udang yang diukur terdiri dari aktivitas phenoloxydase (PO), jumlah total haemocyte (THC, sel/ml), dan Diferensial Haemocyte Count (DHC, %). Sebagai hewan dari kelompok krustase (invertebrata), udang diketahui tidak mempunyai sistem kekebalan adaptif (adaptive immunity) tetapi tergantung pada sistem kekebalan non-spesifik atau alami (innate immunity) dalam mempertahankan diri terhadap serangan patogen. Kekebalan alami yang dimiliki oleh krustase mampu mendeteksi pola molekuler yang merupakan ciri spesifik suatu pathogen.

DAFTAR PUSTAKA
Vargas-Albores F, Yepiz-Plascencia G. 2000. β-glucan binding protein and its role in shrimp immune response. Aquaculture 191: 13-21

Johansson M, Keyser P, Sritunyalucksana K, Soderhall K. 2000. Crustacean haemocytes and haemotopoiesis. Aquaculture 191: 45-52

Sritunyalucksana K, Soderhall. 2000. The proPO and clotting system in crustaceans. Aquaculture 191:53-69

Rodriguez L, Le Moullac G. 2000. State of the art of immunological tools and health control of penaeid shrimp. Aquaculture 191: 109-119

Tidak ada komentar: