MAKALAH
SISTEM
PERTAHANAN TUBUH PADA INVERTEBRATA
(Crustacea)
Disusun
Untuk Melengkapi Nilai Ujian Kompetensi Dasar I
Mata
Kuliah Imunologi
![](file:///C:/Users/Palupi/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Disusun oleh:
Anne Nindi Aswari
M0409007
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Sistem kekebalan (imun) adalah sebuah sistem pada
struktur dan proses biologis di dalam organisme yang melindungi terhadap
penyakit dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel-sel tumor.
Deteksi patogen merupakan pekerjaan yang rumit, padahal patogen dapat
berkembang dengan cepat, juga menghasilkan adaptasi yang memungkinkan mereka
untuk dapat menghindari sistem kekebalan tubuh dan berhasil menginfeksi sel-sel
imun.Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi
untuk menetralisir patogen.
Gangguan dalam sistem kekebalan tubuh dapat mengakibatkan
penyakit. Immunodeficiency terjadi
ketika sistem kekebalan tubuh kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan
infeksi berulang dan mengancam kehidupan. Defisiensi imun merupakan penyebab
dari penyakit genetika, seperti severe
combined immunodeficiency. Imunologi mencakup studi tentang semua aspek
dari sistem kekebalan yang memiliki relevansi signifikan terhadap kesehatan
manusia dan penyakit. Penyelidikan lebih lanjut dalam bidang ini diharapkan
memainkan peran yang serius dalam promosi kesehatan dan pengobatan penyakit.
Dalam sistem imunnya, invertebrata tidak memiliki limfosit
atau antibodi berbasis sistem imun humoral. Namun invertebrata memiliki
mekanisme yang menjadi pendahulu dari sistem imun vertebrata. Reseptor pengenal
pola (pattern recognition receptor)
adalah protein yang digunakan di hampir semua organisme untuk mengidentifikasi
molekul yang berasosiasi dengan patogen mikrobial. Sistem komplemen adalah
lembah arus biokimia dari sistem imun yang membantu membersihkan patogen dari
organisme, dan terdapat di hampir seluruh bentuk kehidupan. Beberapa
invertebrata, termasuk berbagai jenis serangga, kepiting, dan cacing memiliki
bentuk respon komplemen yang telah dimodifikasi yang dikenal dengan nama sistem
prophenoloksidase.Peptida antimikrobial adalah komponen yang telah berkembang
dan masih bertahan pada respon imun turunan yang ditemukan di seluruh bentuk
kehidupan dan mewakili bentuk utama dari sistem imunitas invertebrate (Nijkamp,
2010). Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem imun yang
terdapat pada hewan invertebrata khususnya pada kelompok krustaseae (udang).
BAB
II
PEMBAHASAN
Sistem imun yang terdapat pada krustasea secara umum adalah
sistem imun nonspesifik (innate).
Krustasea sangat bergantung kepada sistem imun nonspesifik untuk mengenal dan
menghancurkan secara cepat dan efisien material asing termasuk patogen yang
masuk ke dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh tidak dimilikinya respons imun
spesifik pada tubuh krustasea (Vargas-Albores dan Yepiz-Plascencia 2000). Mekanisme
pertahanan pada krustasea sebagaian besar tergantung pada sel-sel darah dan
proses hemolim. Darah udang tidak mengandung hemoglobin sehingga darahnya tidak
berwarna merah. Peran hemoglobin digantikan oleh haemosianin yaitu suatu
protein mengandung Cu yang berfungsi untuk transport oksigen dan sebagai buffer
dalam darah krustasea (Maynard, 1960).
Sistem imun vertebrata lebih kompleks dari sistem imunvertebrata.
Ada sel darah putih, yang terdiri dari limfositdan monosit. Sistem imun invertebrata hanya bergantung pada
“membran barrier”pada saluran pencernaan, misal membranperitrofik serta sel
fagositik primitif yangdisebut hemosit. Hemosit memainkan peranan penting pada
pertahanan tubuh krustasea yaitu dapat menghilangkan partikel asing yang masuk
ke tubuh udang, meliputi tahap-tahap pengenalan, fagositosis, melanisasi,
sitotoksis dan komunikasi sel (Johansson et
al.2002). Hemosit bekerja aktif mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel
melalui fagositosis, enkapsulasi, dan agregasi nodular.
Umumnya proliferasi virus pada sel epitelmidgut lebih cepat daripada
kapasitasfagosit hingga dalam waktu singkat semuasel somatik akan terinfeksi. Sistem
pertahanan tubuh pada invertebrata (sepertiudang) tidak mempunyai
immunoglobulin yangberperan dalam mekanisme kekebalan (Soderhall and Cerenius,
1992). Udang memiliki respon imunitas yang meliputi respon seluler dan humoral
yang bersifat nonspesifik(Mori, 1990; Johansson and Soderhall, 1985; Itamin et
al, 1994). Sistem pertahanan seluler meliputi fagositosis sel-sel hemosit,
nodulasi, dan enkapsulasi. Sistem pertahanan humoral meliputi phenoloksidase
(PO), prophenoloksidase (proPO), letin, dan aglutinin. Kedua system ini
bekerja sama memberikan perlindungan
tubuh terhadap infeksi organism pathogen dari lingkungan (Itami, 1994). PO
terdapat dalam hemolin sebagai inaktif pro-enzim yang disebut proPO. proPO
adalah non-self recognition system
yang terdapat pada arthropoda dan invertebrate lain.
Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang dikenal
sebagai proPO aktivating system. prophenoloksidase (proPO) dan phenoloksidase
dilibatkan dalam enkapsulasi, melanisasi dan berfungsi sebagai system non self recognition. Akibat pengaktivan
proPO menjadi PO maka dihasilkan protein faktor opsonin yang merangsang
fagositosis hialosit (Johansson and Soderhall, 1989). Udang apabila mengalami
luka maka akan muncul suatu titik berpigmen hitam. Hal ini disebakan karena
kerja phenoloksidase (PO), yang mendukung hidroksilasi phenol dan oksidasi
0-phenol menjadi quinones yang diperlukan untuk proses melanisasi sebagai
respon terhadap penyerang asing dan selama proses penyembuhan. Quinone selanjutnya
diubah melalui suatu reaksi non-enzimatik menjadi melanin dan sering disebut
deposit pada benda yang dienkapsulasi dalam nodule hemosit dan pada daerah
kulit yang terinfeksi jamur (Sritunyalucsana et al, 2001).
Sistem pertahanan tubuh udang masihprimitif dan tidak memiliki sel
memori. Udang dianggap sama dengan invertebrate yaitu sistem pertahanan tubuh
non spesifik karenahanya memiliki kekebalan alami (innate immunity).Sistem pertahanan tubuh invertebrate melibatkan
sel haemosit yang berperan dalam :
1. Fagositosis
2. Proses koagulasi dan pelepasanprophenoloksidase
3. Sintesis α2 macroglobulin, agglutinindan antibacterial peptide
4. Haemogram, yang meliputi :
1.Total Haemocyte Count (THC)
2. Differential Haemocyte Count (DHC)
Haemosit merupakan faktor pertahanan selulerdan humoral yang penting
sebagai pertahanantubuh melawan serangan organisme patogen.Haemocyte udang
diklasifikasikan berdasarkan keberadaan granula sitoplasma yaitu sel granular,
semi granular, dan sel hyaline. Terdapat hubungan yang erat antara
aktifitashaemosit dan lingkungan yang buruk akibattingginya polusi oleh bahan
organik.Aktifitas fagosit dari udang yang terkena polusiternyata lebih rendah
daripada udang yangsehat.Meningkatnya aktifitas sel-sel fagosit darihaemosit
merupakan indikator meningkatnyaketahanan tubuh udang. Sel granular merupakan
tipe sel terbesar dengan nukleus berukuran relatif kecil dan aktif dalam
penyimpanan dan pelepasan prophenoloxydase
system dan cytotoxicity. Sel
hyaline merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma
tinggi dan granula sitoplasma yang relatif sedikit. Sel ini berperan dalam
proses fagositosis. Sel semigranular merupakan tipe sel diantara sel granular
dan sel hyaline dan berperan aktif dalam proses enkapsulasi (Rodriguez dan Lee
Moullac 2000).
Sel-sel fagositik ini berfungsi untuk melakukanfagositosis terhadap benda
asing yang masukke dalam tubuh inang.Fagositosis merupakan mekanismepertahanan
non-spesifik yang secara umummampu melindungi adanya serangan penyakit.
Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan seluler. Jumlah
sel fagositik bervariasi dari 2-28% dari jumlah total sel darah. Fagosit dapat
terjadi pada luka, didalam organ penyaringan, jaringan system peredaran dan
dalam cairan tubuh. Kemampuan fagosit dalam membinasakan serangan mikroba
bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme. Selama proses fagositosis,
partikel atau mikroorganisme dimasukkan ke dalam sel yang kemudian sel
membentuk digestive vacuola yang
disebut fagosome (Le Molullac et al,
1997). Mekanisme kerja fagositosis dimulai dengan proses pelekatan dan
penelanan partikel ke dalam sel fagosit. Fagosit tersebut kemudian akan
membentuk fagosome dan akan menyatu dengan lysosome membentuk phagolysosome
yang akan menghancurkan mikroorganisme dan mengeluarkannya dari dalam sel
melalui proses digestion (Rodriguez dan Lee Moullac 2000).
Terdapat dua tipe pengenalan protein dalam plasma udang, yaitu
LPS-binding agglutinin berperan sebagai opsonin untuk meningkatkan indeks
fagositosis dan β-glukan binding protein yang dapat merangsang degranulasi dan
aktivasi dari system prophenoloksidase (Soderhall et al, 1988). Meningkatnya pertahanan tubuh dapat diketahui dengan
meningkatnya aktivitas sel-sel fagositosit dari hemosit. Sel-sel fagositosit
ini berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda asing yang masuk dalam
tubuh inang. Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan non spesifik yang
secara umum mampu melindungi adanya serangna penyakit. Hemosit dikenal sebagai
factor yang penting dalam system pertahanan seluler yang bersifat non spesifik.
Untuk mengetahui bahwa hematosit merupakan pertahanan tubuh yang bersifat
seluler dapat dilihat dari kemampuannya dalam aktivitas fagositosis yang dapat
meningkat pada kejadian infeksi. Dengan adanya infeksi akan merangsang system
pertahanan non spesifik seluler sehingga diharapkan dapat menangkal serangan
penyakit (Fountain et al, 1974).
Terdapat 5 tipe fagosit pada udang. Dua diantaranya merupakan sel fagosit
dansisanya berupa haemosit.Kedua tipe fagosit pertama ditemukan di hatipada
lamina basal yang menutupi sarkolema dari otot jantung, dimana sel-selnya
mempunyaigranul lisosom yang berdiameter 0,1 μm. Tipe sel fagosit yang lain
ditemukan di organlimfoid.Pada kelima tipe fagosit tersebut ditemukanenzim
lisosom seperti acid phosphate, β-glukonidase dan esterase
non-spesifik.Aktifitas esterase sangat tinggi ditemukanpada sel
granular.Aktifitas phenoloksidase (PO) juga ditemukanpada semua sel fagosit tapi
sangat lemah. Sedangkan aktifitas prophenoloksidase(proPO) hanya ditemukan pada
sel granulardan sel semigranular.
Imonustimulasi merupakan strategi alternatif untuk mensiagakan atau
menyiapkan sistem pertahanan (imun) udang sehingga meningkatkan resistensi
melawan bakteri patogen. Imonustimulasi pada udang dapat dilakukan oleh
peptidoglikan, lipopolisakarida, dan β-glukan dimana perlakuan dengan
bahan-bahan ini menyebabkan opsonin, mengikat molekul protein dan protein
pertahanan lainnya yang dilepas kedalam sirkulasi kemudian molekul ini tersedia
dengan segera untuk melawan oportunistik atau serangan patogen (Lee Moullac,
2002).
BAB
III
PENUTUP
Imunostimulasi
merupakan strategi alternatif untuk menyiapkan system pertahanan (imun) udang
sehingga meningkatkan resistensi udang melawan bakteri pathogen. Sistem imun
udang meliputi reaksi selular dan humoral yang terkait dengan hemolymph udang.
Beberapa parameter imun yang berhubungan dengan hemolimph seperti perhitungan total haemocyte (THC), diferensial haemocyte count (DHC),
aktivitas fagositosis (AP) dan aktivitas phenoloxydase
(PO) telah digunakan untuk evaluasi pengaruh imunostimulator pada udang.
Haemocyte bekerja aktif mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui
fagositosis, enkapsulasi, dan agregasi nodular. Parameter imun udang yang
diukur terdiri dari aktivitas phenoloxydase
(PO), jumlah total haemocyte (THC,
sel/ml), dan Diferensial Haemocyte Count (DHC,
%). Sebagai hewan dari kelompok krustase (invertebrata), udang diketahui tidak
mempunyai sistem kekebalan adaptif (adaptive
immunity) tetapi tergantung pada sistem kekebalan non-spesifik atau alami (innate immunity) dalam mempertahankan
diri terhadap serangan patogen. Kekebalan alami yang dimiliki oleh krustase
mampu mendeteksi pola molekuler yang merupakan ciri spesifik suatu pathogen.
DAFTAR
PUSTAKA
Vargas-Albores F, Yepiz-Plascencia
G. 2000. β-glucan binding protein and its role in shrimp immune response. Aquaculture 191: 13-21
Johansson M, Keyser P,
Sritunyalucksana K, Soderhall K. 2000. Crustacean haemocytes and
haemotopoiesis. Aquaculture 191:
45-52
Sritunyalucksana K, Soderhall.
2000. The proPO and clotting system in crustaceans. Aquaculture 191:53-69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar